Assalamualaikum, Bagaimana
hukum menabung di bank ?
JAWABAN :
Wa'alaikumsalam wr wb.
Hukum menyimpan uang di bank bisa diperinci sebagai berikut :
>> Jika bertujuan mendapatkan
bunga, seperti tidak mau untuk menyetorkan uang kecuali jika mendapatkan bunga,
maka ulama’ sepakat hukumnya haram karena tergolong riba. Allah SWT berfirman :
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ
الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ
مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ
وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya.” (Q.S Al-Baqarah / 275).
>> Jika bertujuan keamanan,
tanpa ada keinginan mendapatkan bunga, maka hukumnya boleh.
Namun perlu diperhatikan,
bahwa kegiatan bank dalam mengembangkan setoran nasabah tidak terlepas dari
unsur riba walaupun masih ada kegiatan lain yang halal menurut syari’at. Karena
itu jika benar-benar uang simpanan kita digunakan untuk kegiatan yang bersifat
riba berarti kita telah membantu bank melakukan hal yang haram, sedangkan
membantu perbuatan dosa adalah sama dengan berbuat dosa. Dengan alasan ini,
haram menyimpan uang di bank. Hendaknya menghindari bermu’amalah dengan bank,
kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak seperti tidak adanya tempat untuk
menyimpan yang aman selain bank atau tidak bisa menjalankan usahanya kecuali
dengan perantara bank, maka diperbolehkan.
Transfer uang via bank
hukumnya boleh dan bisa dikategorikan dua akad:
Pertama, termasuk akad
hawalah (pemindahan hutang) dengan pengirim sebagai muhil, bank sebagai muhal
alaih, dan penerima sebagai muhtal apabila ada transaksi pembayaran dari
pengirim ke penerima.
Kedua, bank berstatus
sebagai pihak yang diamanati untuk menyampaikan uang pada penerima. Bank boleh
menggunakan uang tersebut dan mengambil keuntungan dengan uang itu dengan syarat
mendapatkan izin dari pihak pengirim. Uang kiriman di sini disamakan dengan
hutang (qord) bank pada pengirim, karena itu bank harus melunasinya kepada orang
yang dituju pengirim (penerima). Kategori kedua ini bank dinyatakan sebagai
domin.
Menggunakan ATM hukumnya
mengacu pada penyimpanan uang di bank dikarenakan pengguna ATM harus menanam
tabungan terlebih dahulu. Adapun transfer dengan setoran tunai, maka boleh
dengan catatan tidak terjadi riba. Dan uang yang bercampur dengan uang riba di
bank tidak dihukumi haram. Hutang kepada bank karena ada unsur riba dinyatakan
haram tanpa pengecualian (darurat atau tidak).
Pegawai bank dan penerima
hadiah dari bank, hukumnya sebagaimana bermu’amalah dengan orang yang kebanyakan
hartanya haram, perinciannya sebagai berikut :
* Haram, jika mengetahui
dengan yakin bahwa barang yang diterima dari bank adalah hasil riba.
* Makruh, jika ragu-ragu
akan kehalalan dan keharamannya.
>> Namun menurut pendapat
Imam Al-Ghozali haram secara mutlak. Oleh karena itu, jika ada pekerjaan yang
lain maka itu lebih selamat.
Sumber : PISS-KTB
No comments:
Post a Comment