Monday, March 30, 2015

Hukum Dua Imam Shalat Jama'ah

Pertanyaan : 
Mohon penjelasan bagaimana hukumnya dalam agama, bila ada satu jamaah salat yang terdiri dari dua orang imam?
Hal ini terjadi di tempat kami, di Ciawigebang. Tepatnya di Musalla Al-Mukarromah di mana saat takmir musalla menjadi imam salat, ada salah seorang sarjana lulusan perguruan tinggi Islam negeri di Surabaya, membuat jamaah sendiri dengan pengikutnya di belakang imam pada saat rakaat pertama sedang berlangsung, sehingga jamaah salat menjadi kacau. Harus mengikuti imam yang mana, mengingat kedua imam itu saling membaca surat/ayat dengan suara keras.
Jawaban:
Sebelum kami menjawab pertanyaan ini, terlebih dahulu kami beritahukan bahwa sejak zaman Rasulullah saw sampai dengan zaman Khulafaurrasyidin, yang menjadi imam di Masjid adalah kepala negara. Sehingga dalam kitab-kitab fiqh istilah "imam" terutama dalam pengangkatan amil zakat adalah berarti kepala negara.
Dengan demikian, imam salat berjamaah dalam sebuah masjid atau musalla dalam suatu waktu kita gambarkan sebagai seorang kepala negara pada suatu daerah pada waktu tertentu.
Jadi jika dalam sebuah musalla ada seorang imam telah melakukan salat berjamaah, kemudian ada rombongan lain yang datang ke musalla tersebut tidak mengikuti jamaah yang telah ada melainkan melakukan jamaah salat sendiri di musalla tersebut pada waktu yang bersamaan, maka imam beserta jamaah yang kedua itu dapat diibaratkan sebagai orang-orang yang mendirikan negara dalam satu negara pada waktu yang bersamaan atau pemberontak. Seperti Kartosuwiryo yang mendirikan negara Islam di negara RI yang saha.
Perlu pula kami beritahukan bahwa apa yang dilakukan oleh sang sarjana di musalla Al Mukarromah tersebut adalah merupakan bukti bahwa dia kurang bisa menguasai bahasa al Quran, sehingga tidak dapat memahami kitab hadist dan fiqh. Sebab seandainya dia pandai ilmu agama, maka:
  1. Jika memang dia orang yang alim, sedangkan imam yang ada berbeda madzhab, dia memang tidak sah bermakmum kepada imam yang berbeda madzhab tersebut. Akan tetapi dia tidak akan bertindak menjadi imam untuk melakukan salat jamaah sendiri beserta pengikutnya sebelum imam yang pertama selesai salam.
  2. Atau misalnya imam dari takmir musalla Al Mukarromah tersebut orang yang tidak pandai agama (tidak bisa baca fatihah) sedang sang sarjana merasa sangat alim, sehingga merasa tidak sah makmum kepada imam dari takmir, diapun tidak akan melakukan salat berjamaah sendiri dalam satu tempat pada waktu yang sama (silakan membaca kitab Kasifatus Saja bab salat berjamaah, kitab al Muhadzdzab juz I hal 98 tentang orang yang patut menjadi imam dalam salat berjamaah, kitab Kifayatul Akhyar juz I hal 133 tentang rombongan yang baru datang ketempat orang-orang yang sedang melakukan salat berjamaah dan kitab I'anatut Thalibin Juz 2 hal 11 tentang cara melakukan salat berjamaah sendiri jika tidak setuju dengan imam yang telah ada).
Di sini kami tidak perlu menuliskan ibarat dari kitab tersebut, karena khawatir dianggap menggurui. Kepada jamaah musalla al Mukarromah, kami himbau supaya makmum kepada imam yang pertama. Sedang imam yang kedua harus dihindari, karena dia tergolong pemecah belah ummat.


Agar Bahagia Setiap Hari

Ahmad dan Nurul bekerja di sebuah perusahaan ternama di bagian customer care, di mana mereka bekerja untuk menangani keluhan pelanggan perusahaan. Bagi Ahmad pekerjaannya begitu menyiksa dirinya, setiap hari ia harus melayani keluhan demi keluhan sehingga membuat dirinya menjadi begitu tertekan hingga akhirnya suasana itu membentuk karakter dirinya, ia jadi begitu mudah marah, uring-uringan dan pekerjaan menjadi berantakan bahkan hubungannya dengan sang isteri ikut terganggu. Lain halnya dengan Nurul, buat dirinya pekerjaannya melayani komplain customer adalah sebuah aktivitas yang menyenangkan. Menantang, katanya. Hasilnya, ia menjadi lebih mampu memanage emosi dirinya dan meningkatkan kemampuannya berkoordinasi dan berkomunikasi dengan bagian lainnya untuk mengatasi persoalan yang timbul.
Bisa kita lihat perbedaan pilihan yang dibuat oleh Ahmad dan Nurul pilihan untuk tertekan, stres, berkeluh kesah atau memilih untuk berkembang melalui situasi yang ada. Dan ternyata setiap hari kita selalu disuguhkan dengan yang namanya pilihan. Coba saja anda perhatikan, dari sejak bangun tidur hingga kembali tidur, aktivitas kita selalu berbentuk pilihan. Contohnya, pada pagi hari kita bisa memilih untuk bangun pagi atau tetap bermalas-malasan di tempat tidur sehingga bangun kesiangan. Waktu berangkat ke tempat kerja, kita bisa memilih jalur biasa yang panjang dan macet atau jalur memotong dengan konsekwensi harus lewat jalan sempit dan banyak lubang, kita bisa memilih ngebut atau jalan perlahan. Tinggal keputusan kita untuk memilih mana yang kita inginkan. Terserah kita mau menentukan yang mana, bebas saja.
Namun yang perlu dicermati adalah konsekwensi dari pilihan tersebut yang tidak bisa kita tolak. Kembali ke contoh di atas jika kita memilih untuk berada di posisi Ahmad maka hasilnya kita menjadi tidak bisa berkembang dan justru malah membuat kita mundur dan membuang begitu banyak energi. Sehingga menjadi sangat penting bagi kita untuk selalu memikirkan konsekwensi pilihan kita.
Jika ada suatu waktu kosong segeralah membuat pilihan yang membawa manfaat, hindari pilihan untuk santai, atau mengobrol tidak menentu. Tanamkan dalam diri bahwa hari ini adalah “the best time” untuk saya melakukan hal-hal produktif. Berkembang setiap hari dan selalu melakukan yang terbaik.
Hindari ungkapan seperti:
”Duh sengsaranya diri ini, gaji kecil, hutang banyak, anak sakit, serasa runtuh dunia ini”
“Waduh, rapaaatttt melulu, kapan istirahatnya, stres berat nih!”
“Dasar anak kecil, kerjanya nangis melulu udah gitu main melulu rumah jadi berantakan nih!”
Padahal bisa jadi kita rubah pilihan kita menjadi:
“Alhamdulillah masih gajian pelan-pelan bisa lunasin hutang mudah-mudahan berkah dan Allah tambahkan rezeki”
“Yes, seneng banget nih! Di rapat nanti ketemu orang-orang penting jadi bisa belajar dari mereka”
“Sabar-sabar, memang sulit mengurus anak tapi ini bisa jadi ladang amal dan belajar, sabar….”
Rasullulah SAW, walaupun sudah dijamin oleh Allah SWT dari dosa-dosanya tetap memilih untuk bersungguh-sungguh mengerjakan shalat tahajjud hingga bengkak kakinya. Padahal bisa saja beliau memilih untuk tenang-tenang saja, toh tetap saja ketekunannya tidak berubah.

Dengan memilih untuk menjadi bahagia sebenarnya kita juga sedang mensyukuri karunia Allah yang telah diberikan kepada kita. Ada yang tertarik untuk berbahagia setiap hari?

MZ Omar

Sunday, March 29, 2015

Penjagaan Islam Terhadap Ummat


Keseluruhan kandungan agama Islam adalah kebaikan dan maslahat. Islam merupakan agama yang mudah, agama toleransi, agama keadilan dan persamaan, agama penuh kelembutan, cinta dan persaudaraan, agama yang mengajarkan ilmu dan amal serta menunjukkan kepada jalan yang lurus. Islam adalah agama yang sempurna dan universal, agama kejujuran dan amanah, agama kemuliaan dan kekuatan. Islam dibangun di atas dasar tauhid, sedangkan ruhnya adalah keikhlasan serta syi'arnya adalah toleransi dan persaudaraan. 

Salah satu bukti yang menunjukkan ketinggian Islam adalah disyari'atkan nya hudud (hukuman) terhadap pelanggar pidana dalam kasus-kasus tertentu. Terutama dalam kejahatan yang mengakibatkan kerugian pihak lain baik materi, moral maupun jiwa. Oleh karena itu Islam sangat ketat dan tegas di dalam melindungi ummat, baik yang berkaitan dengan jiwa, harta, kehormatan, akal dan lain sebagainya. 

Di antara penjagaan Islam terhadap kaum muslimin dan manusia pada umumnya yang dengannya akan tercapai keamanan, kedamaian dan ketentraman umum adalah sebagai berikut: 

Penjagaan terhadap Jiwa

Islam dengan tegas mengharamkan pembunuhan yaitu menumpahkan darah kaum muslimin, ahli dzimmah (orang kafir yang hidup berdampingan dengan kaum muslimin dan tidak memerangi mereka) serta darah mu'ahid (orang kafir yang mengikat perjanjian damai dengan ummat Islam dengan persyaratan tertentu). Bagi yang menumpahkan darah kaum muslimin dengan sengaja, maka Allah subhanahu wata’alamengancam dengan ancaman yang sangat keras dalam firman-Nya,artinya,  
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya ialah jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. 4:93) 

Maka pembunuhan adalah salah satu dosa terbesar dari dosa-dosa besar (kabair). Dia merupakan salah satu dari tujuh hal yang membinasakan, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam, "Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan, beliau menyebutkan salah satunya adalah membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali secara haq. Haq atau alasan yang dapat dibenarkan di dalam Islam untuk membunuh seseorang ada tiga, yaitu qishash (hukuman mati bagi seorang pembunuh), rajam (hukuman mati bagi pezina yang sudah menikah) dan riddah (kafir setelah beriman). 

Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda, 
"Janganlah kalian kembali lagi kepada kekufuran sepeninggalku nanti, sehingga sebagian dari kalian membunuh sebagian yang lainnya." (Muttafaq ‘alaih) 

Beliau shallallahu ‘alihi wasallambersabda juga, 
"Barang siapa yang membunuh seorang mu'ahid maka dia tidak akan mencium bau surga." (HR al Bukhari) 

Jika membunuh seorang mu'ahid saja demikian ancamannya maka bagaimana lagi membunuh seorang muslim. Oleh karena itu Islam mewajibkan hukuman mati bagi seseorang yang membunuh orang lain secara sengaja, dengan tujuan agar semua orang merasa aman terhadap keselamatan jiwa dan nyawa mereka. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, 
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita.” (QS.al-Baqarah :178) 

Dengan qishash maka darah akan terjaga, karena jika seseorang tahu bahwa jika dirinya membunuh maka akan dibunuh juga tentu dia menahan diri dari hal tersebut. Akhirnya tindak kriminal pembunuhan dapat dicegah dan ditekan. 

Islam Menjaga Akal

Sebagai bentuk penjagaan terhadap akal, Islam mengharamkan miras (khamer) dan narkoba dengan berbagai jenisnya, seperti ganja, heroin, kokain, opium,ekstasi dan sebagainya. 

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, 
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, ( berkorban untuk ) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. 5:90) 

Khamer adalah segala sesuatu yang memabukkan atau menghilangkan akal baik benda cair maupun kering, dimakan, diminum maupun dihisap. Khamer merupakan biang berbagai kekejian, pengundang dosa dan pintu segala keburukan. Ia disebut sebagi biangnya dosa karena seseorang jika telah hilang akalnya karena pengaruh khamer, maka akan berbuat semaunya tanpa berpikir dan tanpa ada rasa malu. 

Allah subhanahu wata’ala mengharamkan khamer karena di dalamnya terkumpul berbagai kerusakan, dapat menghancurkan kepribadian, membunuh akal serta memusnahkan harta dengan tanpa guna. Andaikan khamer itu sekedar merugikan secara materi, mengurangi kepribadian, menjatuhkan nama dan keadilan seseorang, maka hal itu sudah cukup menjadi alasan bagi orang yang berakal untuk menjauhinya. Maka bagaimana lagi jika dia itu ternyata sumber kekejian, kerendahan dan merupakan dosa yang mendatangkan murka Allah? 

Maka untuk menjaga akal, Islam mewajibkan pelaksanaan hukuman dera bagi peminum khamer sebanyak delapan puluh kali. Tujuannya agar manusia menjauhi dosa tersebut, sehingga akalnya selamat dan bersih, dapat berpikir dan mengetahui mana perintah Allah dan mana yang dilarang. Akhirnya dia meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat serta selamat dari kebinasaan dan kesengsaraan. 

Islam Menjaga Harta

Untuk menjaga harta, maka Islam mengharamkan segala bentuk pencurian, yaitu mengambil harta orang lain tanpa sepengetahuan dan kerelaannya. Mencuri juga termasuk dosa terbesar dari dosa-dosa besar, sehingga pelakunya diancam dengan hukuman yang sangat buruk yaitu potong tangan. 

Dengan ditegakkannya hukuman ini maka harta orang akan terjaga, sebab seseorang yang akan mengambil harta orang lain akan berpikir panjang, karena tangannya akan menjadi taruhan. Maka dengan demikian seluruh orang akan merasa aman terhadap harta miliknya, tidak ada rasa takut kemalingan atau dirampok dan sebagainya. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, 
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan dari apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. 5:38) 

Islam Menjaga Nasab (Keturunan)

Sebagai penjagaan terhadap nasab maka Islam mengharamkan perzinaan dan segala wasilah (sarana) yang mengantarkan kepada perbuatan tersebut seperti berbicara, melihat dan mendengarkan hal-hal yang haram yang memicu terjadinya perbuatan zina. 

Perzinaan selain akan mendatang kan murka Allah, juga memiliki dampak kerusakan yang sangat besar, seperti munculnya penyakit-penyakit ganas, ternodainya kehormatan dan harga diri seseorang, tercampurnya nasab dan keturunan secara tidak jelas, sehingga seorang anak dinasabkan kepada bukan ayahnya dan mewarisi dari selain kerabatnya. Dan banyak lagi kerusakan dan kezhaliman yang timbul akibat perzinaan ini, dan Allah Maha Tahu atas semua itu. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, 
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. 17:32) 

Larangan Allah subhanahu wata’ala untuk tidak mendekati zina lebih keras dan mendalam daripada larangan untuk melakukannya, yakni jangan sampai seseorang berada di sekitarnya dan jangan sampai melakukan hal-hal yang dapat mengantarkan pada perzinaan tersebut. Atau dengan bahasa lain, jika hanya sekedar mendekati saja diharamkan, maka melakukannya sangat lebih haram lagi. 

Maka untuk menjaga manusia dari kekejian tersebut Islam mewajibkan hukuman dera seratus kali bagi perjaka/gadis yang berzina dan diasingkan selama satu tahun. Allah subhanahu wata’alaberfirman, artinya, 
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari Akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS. 24:2) 

Allah subhanahu wata’ala mengingatkan agar jangan sampai rasa kasihan mengalahkan hukum Allah, dan hendaknya pelaksanaan hukuman itu dihadiri oleh sekelompok orang mukmin, supaya diketahui dan dijadikan pelajaran oleh manusia. 

Sedangkan bagi pezina yang sudah menikah (muhshan) maka hukumannya adalah dirajam hingga meninggal dunia. Namun pelaksanaan rajam ini harus jelas kasusnya tanpa ada syubhat sedikit pun dan dengan persaksian empat orang, atau sang wanita menunjukkan kehamilannya, atau atas pengakuan dari pelakunya sebanyak empat kali. 

Islam Menjaga Kehormatan

Untuk menjaga kehormatan seseorang, Islam mengharamkan tuduhan zina terhadap orang baik-baik dan mengancam dengan hukuman yang sangat keras. Allah subhanahu wata’alaberfirman, artinya, 
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar.” (QS. 24:23) 

Dalam firman yang lain, artinya, 
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. 24:4) 

Allah subhanahu wata’ala menjelaskan bahwa orang yang menuduh berzina wanita baik-baik dan terjaga kehormatannya, maka dia mendapatkan laknat di dunia dan di akhirat, serta siksa yang pedih. Kepadanya juga dijatuhkan sanksi dera delapan puluh kali serta tidak diterima persaksiannya, dan dia dianggap sebagi orang fasiq yang tidak berkeadilan. 

Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallamdalam sebuah hadits memerintahkan kita untuk menjauhi tujuh hal yang membinasakan. Salah satunya adalah menuduh berzina seorang wanita mukminah yang terjaga kehormatannya dan tidak terlintas dalam benaknya untuk berzina. 

Amat banyak manusia di masa ini yang dengan begitu mudah melemparkan tuduhan pezina baik mengatakannya secara langsung atau dengan menyebut anaknya sebagai anak pezina, suaminya sebagai suami seorang pezina (yakni sang ibu atau istrinya). Jika tuduhan itu tidak disertai bukti, maka penuduhnya berhadapan dengan hukuman di atas. Kecuali jika dia dapat membuktikannya, yaitu berupa mendatangkan empat orang saksi yang melihat secara langsung perbuatan zina itu secara jelas. 

Saturday, March 28, 2015

Ini Para Juara Musabaqah Al Quran ASEAN-Pasifik

Jakarta (Pinmas) —- Gelaran Musabaqah Hafalan Al-Qur’an dan Hadits (MHQH), Pangeran Sultan bin Abdul Aziz Alu Suud, Tingkat ASEAN, Pasifik, dan Asia Tengah ke-VI resmi ditutup oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Jakarta, Kamis (26/03) malam.

Berikut para juara MHQH ASEAN, Pasifik, dan Asia Tengah VI: 

Pertama, kategori hafalan 30 juz, dimenangkan oleh Abdurrahim Syamsuri (Indonesia), disusul Thalhah A Alimudin (Filipina), dan Jajang Hasanuddin (Indonesia). Kedua, kategori hafalan 20 juz, dimenangkan oleh M Rifki (Indonesia), disusul M Nazir Abd Fatah dan Shalaluddin (keduanya dari Filipina).

Ketiga, kategori hafalan 15 juz, dimenangkan Jundi Abdurrahim (Indonesia), disusul Tari Surya Putra (Indonesia), dan Mihammidin Abdul Basith (Thailand). Keempat, kategori hafalan 10 juz, dimenangkan Sholah Balangan A Ghani (Filipina), disusul Asgari Manalukar (Filipina), dan Husen Samuh (Thailand).

Untuk lomba hafalan Hadits, pemenang seluruhnya berasal dari Indonesia. Mereka adalah Abdullah Muhammad, Syarifuddin, dan Noval Hisyam. 

Kepada para pemenang, panitia MHQH  telah menyiapkan hadiah berupa uang tunai, misalnya sebesar 16 ribu real untuk juara 1.  Selain itu, apresiasi berupa kesempatan beribadah haji untuk seluruh pemenang.

Sebelumnya, dalam kesempatan bersilaturahim  dengan Wapres Jusuf Kalla bersama seluruh peserta MHQH, Menag berharap kegiatan  ini dapat memacu semangat dan motivasi umat Islam Indonesia, terutama generasi muda dalam menghafal Al Quran dan Hadits. Sebab, Al Quran sebagai kalam Allah dan hadits Nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan dan fungsi sentral dalam kehidupan seluruh umat Islam.

Selain mempererat hubungan dan kecintaan generasi muda negara Asean-Pasifik dan beberapa Negara Asia Tengah dengan Al Quran dan Hadits, lanjut Menag, kegiatan ini juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pemahaman dan pengalaman ajaran nilai-nilai Al Quran dan Hadits. Lebih dari itu juga memperteguh akidah Islam yang benar melalui pemahaman Islam yang moderat dan rahmatan lil’alamin.

“Musabaqah Hafalan Al Quran dan Hadits merupakan sarana memperkokoh tali silahturahmi, persatuan dan kesatuan bangsa, serta untuk menguatkan jalinan persahabatan antar negara,” katanya. (G-penk/mkd/mkd)

Sumber : http://adf.ly/1CEvLk

Menggapai Ketenangan Jiwa

Dalam perkembangan hidupnya, manusia seringkali berhadapan dengan berbagai masalah yang berat untuk diatasinya. Akibatnya, timbullah kecemasan, ketakutan, dan ketidaktenangan, bahkan tidak sedikit manusia yang akhirnya kalap sehingga melakukan tindakan-tindakan yang semula dianggap tidak mungkin dilakukannya, baik melakukan kejahatan terhadap orang lain, seperti pembunuhan termasuk pembunuhan terhadap anggota keluarga sendiri, maupun melakukan kejahatan terhadap diri sendiri seperti meminum minuman keras dan obat-obat terlarang hingga tindakan bunuh diri.
Oleh karena itu, ketenangan dan kedamaian jiwa sangat diperlukan dalam hidup ini yang terasa kian berat dihadapinya. Itu sebabnya setiap orang ingin memiliki ketenangan jiwa. Dengan jiwa yang tenang kehidupan ini dapat dijalani secara teratur dan benar sebagaimana yang dikehendaki Allah dan rasul-Nya. Untuk bisa menggapai ketenangan jiwa, banyak orang yang mencapainya dengan cara-cara yang tidak islami, sehingga bukan ketengan jiwa yang didapat, te tapi malah membawa kesemrawutan dalam jiwanya itu. Untuk itu, secara tersurat Alquran menyebutkan beberapa kiat praktis.

1. Dzikrullah
Dzikir kepada Allah SWT merupakan kiat untuk menggapai ketenangan jiwa, yakni dzikir dalam arti selalu ingat kepada Allah dengan menghadirkan nama-Nya di dalam hati dan menyebut nama-Nya dalam berbagai kesempatan. Bila seseorang menyebut nama Allah, memang ketenangan jiwa akan diperolehnya. Ketika berada dalam ketakutan lalu berdzikir dalam bentuk menyebut ta'awudz (mohon perlindungan Allah), dia menjadi tenang. Ketika berbuat dosa lalu berdzikir dalam bentuk menyebut kalimat istighfar atau taubat, dia menjadi tenang kembali karena merasa telah diampuni dosa-dosanya itu. Ketika mendapatkan kenikmatan yang berlimpah lalu dia berdzikir dengan menyebut hamdalah, maka dia akan meraih ketenangan karena dapat memanfaatkannya dengan baik dan begitulah seterusnya, sehingga dengan dzikir ketenangan jiwa akan diperoleh seorang muslim.
Allah SWT berfirman yang artinya, "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram."(13: 28).
Untuk mencapai ketenangan jiwa, dzikir tidak hanya dilakukan dalam bentuk menyebut nama Allah, tetapi juga dzikir dengan hati dan perbuatan. Karena itu, seorang mukmin selalu berdzikir kepada Allah dalam berbagai kesempatan, baik duduk, berdiri maupun berbaring.

2. Yakin akan Pertolongan Allah
Dalam hidup dan perjuangan seringkali banyak kendala, tantangan, dan hambatan yang harus dihadapi. Adanya hal-hal itu seringkali membuat manusia menjadi tidak tenang yang membawa pada perasaan takut yang selalu menghantuinya. Ketidaktenangan seperti ini seringkali membuat orang yang menjalani kehidupan menjadi berputus asa dan bagi yang berjuang menjadi takluk bahkan berkhianat.
Oleh karena itu, agar hati tetap tenang dalam perjuangan menegakkan agama Allah dan dalam menjalani kehidupan yang sesulit apa pun, seorang muslim harus yakin dengan adanya pertolongan Allah dan dia juga harus yakin bahwa pertolongan Allah itu tidak hanya diberikan kepada orang-orang yang terdahulu, tetapi juga untuk orang sekarang dan pada masa mendatang, Allah berfirman yang artinya, "Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tentram hatimu karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (3: 126, lihat juga 8:10).
Dengan memperhatikan betapa banyak bentuk pertolongan yang diberikan Allah kepada para nabi dan generasi sahabat di masa Rasulullah saw, maka sekarang pun kita harus yakin akan kemungkinan memperoleh pertolongan Allah itu dan ini membuat kita menjadi tenang dalam hidup ini. Namun, harus kita ingat bahwa pertolongan Allah itu seringkali baru datang apabila seorang muslim telah mencapai kesulitan yang sangat atau dipuncak kesulitan sehingga kalau diumpamakan seperti jalan, maka jalan itu sudah buntu dan mentok. Dengan keyakinan seperti ini, seorang muslim tidak akan pernah cemas dalam menghadapi kesulitan karena memang pada hakikatnya pertolongan Allah itu dekat. Allah berfirman yang artinya: "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (2: 214).

3. Memperhatikan Bukti Kekuasaan Allah
Kecemasan dan ketidaktenangan jiwa adalah karena manusia seringkali terlalu merasa yakin dengan kemampuan dirinya, akibatnya kalau ternyata dia merasakan kelemahan pada dirinya, dia menjadi takut dan tidak tenang, tetapi kalau dia selalu memperhatikan bukti-bukti kekuasaan Allah, dia akan menjadi yakin sehingga membuat hatinya menjadi tentram, hal ini karena dia sadari akan besarnya kekuasaan Allah yang tidak perlu dicemasi, tetapi malah untuk dikagumi. Allah berfirman yang artinya, "Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: 'Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati'. Allah berfirman: 'Belum yakinkah kamu?'. Ibrahim menjawab: 'Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tenang (tetap mantap dengan imanku)'. Allah berfirman: '(Kalau begitu) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah, kemudian letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera'. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (2: 260).

4. Bersyukur
Allah SWT memberikan kenikmatan kepada kita dalam jumlah yang amat banyak. Kenikmatan itu harus kita syukuri karena dengan bersyukur kepada Allah akan membuat hati menjadi tenang, hal ini karena dengan bersyukur, kenikmatan itu akan bertambah banyak, baik banyak dari segi jumlah ataupun minimal terasa banyaknya. Tetapi kalau tidak bersyukur, kenikmatan yang Allah berikan itu kita anggap sebagai sesuatu yang tidak ada artinya dan meskipun jumlahnya banyak kita merasakan sebagai sesuatu yang sedikit.
Apabila manusia tidak bersyukur, Allah memberikan azab yang membuat mereka menjadi tidak tenang, Allah berfirman yang artinya, "Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram, rezekinya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat." (16: 112).

5. Tilawah, Tasmi' dan Tadabbur Alquran
Alquran adalah kitab yang berisi sebaik-baik perkataan, diturunkan pada bulan suci Ramadan yang penuh dengan keberkahan, karenanya orang yang membaca (tilawah), mendengar bacaan (tasmi'), dan mengkaji (tadabbur) ayat-ayat suci Alquran niscaya menjadi tenang hatinya, manakala dia betul-betul beriman kepada Allah SWT. Allah berfirman yang artinya, "Allah telah menurunkan perkataan yang baik (yaitu) Alquran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhanya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya." (39: 23).

Oleh karena itu, sebagai mukmin, interaksi kita dengan Alquran haruslah sebaik mungkin, baik dalam bentuk membaca, mendengar bacaan, mengkaji maupun mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Manakala interaksi kita terhadap Alquran sudah baik, maka mendengar bacaan Alquran saja sudah membuat keimanan kita bertambah kuat yang berarti lebih dari sekedar ketenangan jiwa. Allah berfirman yang artinya, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal." (8: 2).
Dengan berbekal jiwa yang tenang itulah, seorang muslim akan mampu menjalani kehidupannya secara baik, sebab baik dan tidak sesuatu yang seringkali berpangkal dari persoalan mental atau jiwa. Karena itu, Allah SWT memanggil orang yang jiwanya tenang untuk masuk ke dalam surga-Nya. Allah berfirman yang artinya, "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku."(89: 27 -- 30).
Akhirnya, menjadi tanggung jawab kita bersama untuk memantapkan ketenangan dalam jiwa kita masing-masing, sehingga kehidupan ini dapat kita jalani dengan sebaik-baiknya.

Oleh: Drs. H. Ahmad Yani

HUKUM KB

Ø  Pengertian KB
Keluarga Berencana dalam istilah Arab disebut: Tanzim An-nasl yang berarti: pengaturan keturunan sebagai upaya atau tindakan yang membantu pasutri untuk:
1.      Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan
2.      Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan
3.      Mengatur jarak (interval) diantara kehamilan
4.      Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri
5.      Menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Jadi perlu di perhatikan pengertian KB bukanlah tahdid an-nasl: pembatasan keturunan akan tetapi tanzim An-nasl/pengaturan keturunan dengan metode kontrasepsi (cara pencegahan pembuahan).

Ø  Tujuan KB
Untuk mengatur kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan keluarga bahagia yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus dalam rangka menjamin terkendalinya pertumbuhan pendidikan. Tujuan KB : GBHN, 1978.

Ø  Metode KB
  1. Metode sederhana
-     Pantang berkala (sistem kalender)
-     Senggama terputus/coitus interuptus/’azal
-     Menggunakan alat kondom
  1. Metode modern
-     Menggunakan Spiral/IUD. Dibagi menjadi 3 kelompok
1.    Kontrasepsi hormoral misalnya ;
-   Pil Oral Kombinasi (POK)
-   Mini Pil, Suntikan dan Subkutia (implant)
2.    Spiral/IUD (memasangnya harus dilakukan oleh suami)
3.    Sterilisasi: Tubektomi (pemotongan tuba falloppi) dan Vasektomi (pemotongan vas deferens)
4.    Kondom

Ø  Hukum KB
Bagaimana pandangan fiqih mengenai hukum keluarga berencana (KB)
a.     Haram
Apabila obat yang diminum atau metode dan alat kontrasepsi yang digunakan menyebabkan tidak berfungsinya rahim, seperti menggunakan metode Sterilisasi dengan alasan bisa mengakibatkan:
·       Pemandulan permanent
·       Mengubah dan membunuh ciptaan Allah Swt.
·       Dalam pelaksanaannya melanggar larangan syar’i (melihat aurat mughallazhah)

b.    Makruh
Apabila obat yang diminum atau metode dan alat kontrasepsi yang digunakan bersifat menunda atau mengatur kehamilan (tidak sampai merusak rahim).
Hukum haram dan makruh ini dijelaskan dalam kitab Al-Bajuri, Juz 2 hal 92 ;
وَكَذَا اِسْتِعْمَالُ اْلإِمْرَأَةِ الشَّيْءَ الَّذِي يُبْطِئُ الْحَبَلَ وَيَقْطَعُهُ مِِنْ أَصْلِهِ فَيُكْرَهُ فِي اْلأَوَّلِ وَيَحْرُمُ فِي الثَّانِي . (الباجورى على فتح القريب في كتاب النكاح جزء 2 ص 92 )
Artinya: Demikian halnya wanita yang menggunakan sesuatu (seperti obat atau alat kotrasepsi) yang dapat memperlambat kehamilan, hal ini hukumnya makruh. Sedangkan apabila sampai memutus keturunan maka hukumnya haram.

c.     Boleh
1.      Sebagian ulama’ fiqih berpendapat bahwa hukum dari KB adalah boleh dalam arti tanzim (pengaturan) bukan tahdid (pembatasan/ pemandulan), pendapat mereka berdasarkan pada seruan:
·  Al-Qur’an Surat an-Nisa’ ayat 9
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُواْ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيدًا (9)

Artinya; Dan hendaklah takut kepada Allah Swt. orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah Swt. dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

·  Hadist Riwayat Abu Hurairah
“Sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan daripada meninggalkan mereka menjadi beban tanggungan (meminta-minta) orang banyak”.

2.       Mahmud Syaltut (ahli fiqih kontemporer dari mesir) berpendapat hukum KB adalah boleh karena untuk mengatur interval (jarak) kelahiran dengan alasan untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, pendapatnya tersebut berdasarkan Q.S.  Al-Baqarah: ayat 233.

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلاَّ وُسْعَهَا لاَ تُضَآرَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلاَ مَوْلُودٌ لَّهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ........
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Q.S.  Al-Baqarah: ayat 233
Dan berdasarkan hadist riwayat Muslim:
عَنْ عَائِشَةَ عَنْ جُدَامَةَ بِنْتِ وَهْبٍ الأَسَدِيَّةِ أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَنْهَى عَنِ الْغِيلَةِ حَتَّى ذَكَرْتُ أَنَّ الرُّومَ وَفَارِسَ يَصْنَعُونَ ذَلِكَ فَلاَ يَضُرُّ أَوْلاَدَهُمْ ». قَالَ مُسْلِمٌ وَأَمَّا خَلَفٌ فَقَالَ عَنْ جُذَامَةَ الأَسَدِيَّةِ. وَالصَّحِيحُ مَا قَالَهُ يَحْيَى بِالدَّالِ.
معانى بعض الكلمات : الغيلة : أن يجامع الرجل امرأته وهى ترضع

“Saya pernah menginginkan untuk melarang ghilah, (yaitu berhubungan badan ketika istri dalam masa menyusui), namun setelah itu saya melihat bangsa Persia zaman romawi melakukannya dan anak-anak mereka tidak mengalami bahaya kepada ghilah tersebut”. Shahih Muslim bab Jawazu al-Ghilah.

3.         Hukum KB adalah boleh ketika ada bahaya, seumpama jika seorang ibu terlalu sering/banyak  melahirkan anak yang menurut pendapat dokter yang ahli dalam hal ini bisa membahayakan nyawa sang ibu, maka hukumnya boleh dengan jalan apa saja yang ada, karena untuk menyelamatkan.
وَكَذَا اِسْتِعْمَالُ اْلإِمْرَأَةِ الشَّيْءَ الَّذِي يَبْطِئُ الْحَبْلَ وَيَقْطَعُهُ مِنْ أَصْلِهِ فَيُكْرَهُ فِي اْلأَوَّلِ وَيُحْرَمُ فِي الثَّنِي. وَعِنْدَ وُجُوْدِ الضَّرُوْرَةِ فَعَلَى الْقَاعِدَةِ الْفِقَهِيَّةِ إِذَا تَعَارَضَتْ الْمَفْسَدَتَانِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفِّهِمَا مَفْسَدَةٌ إهـــ (البجورى على فتح القريب في كتاب النكاح جزء 2 ص 93 )

Artinya: Demikian halnya wanita yang menggunakan sesuatu (seperti obat atau alat kotrasepsi) yang dapat memperlambat kehamilan, hal ini hukumnya makruh. Sedangkan apabila sampai memutus keturunan maka hukumnya haram, dan ketika dalam keadaan darurat maka sesuai dengan qaidah fiqhiyah “Ketika terjadi dua mafsadat (bahaya) maka hindari mafsadat yang lebih besar dengan melakukan mafsadat yang paling ringan”.

Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu

Khalifah keempat (terakhir) dari al-Khulafa’ ar-Rasyidun (empat khalifah besar); orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak; sepupu Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam yang kemudian menjadi menantunya. Ayahnya, Abu Talib bin Abdul Muttalib bin Hasyim bin Abd Manaf, adalah kakak kandung ayah Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam, Abdullah bin Abdul Muttalib. Ibunya bernama Fatimah binti As’ad bin Hasyim bin Abd Manaf. Sewaktu lahir ia diberi nama Haidarah oleh ibunya. Nama itu kemudian diganti ayahnya dengan Ali.


Ketika berusia 6 tahun, ia diambil sebagai anak asuh oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam, sebagaimana Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam pernah diasuh oleh yahnya. ada waktu Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam diangkat menjadi rasul, Ali baru menginjak usia 8 tahun. Ia adalah orang kedua yang menerima dakwah Islam, setelah Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. Sejak itu ia selalu bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, taat kepadanya, dan banyak menyaksikan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam menerima wahyu. Sebagai anak asuh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, ia banyak menimba ilmu mengenai rahasia ketuhanan maupun segala persoalan keagamaan secara teoretis dan praktis.



Sewaktu Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar as-Siddiq, Ali diperintahkan untuk tetap tinggal di rumah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan tidur di tempat tidurnya. Ini dimaksudkan untuk memperdaya kaum Kuraisy, supaya mereka menyangka bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam masih berada di rumahnya. Ketika itu kaum quraisy merencanakan untuk membunuh Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. Ali juga ditugaskan untuk mengembalikan sejumlah barang titipan kepada pemilik masing-masing. Ali mampu melaksanakan tugas yang penuh resiko itu dengan sebaik-baiknya tanpa sedikit pun merasa takut. Dengan cara itu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan Abu Bakar selamat meninggalkan kota Mekah tanpa diketahui oleh kaum Kuraisy. 
Setelah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan Abu Bakar telah sampai ke Madinah, Ali pun menyusul ke sana. Di Madinah, ia dikawinkan dengan Fatimah az-Zahra, putri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, yang ketika itu (2 H) berusia 15 tahun. Ali menikah dengan 9 wanita dan mempunyai 19 orang putra-putri. Fatimah adalah istri pertama. Dari Fatimah, Ali mendapat dua putra dan dua putri, yaitu Hasan, Husein, Zainab, dan Ummu Kulsum yang kemudian diperistri oleh Umar bin Khattab.


Setelah Fatimah wafat, Ali menikah lagi berturut-turut dengan: 
Ummu Bamin binti Huzam dari Bani Amir bin Kilab, yang melahirkan empat putra, yaitu Abbas, Ja’far, Abdullah, dan Usman. Laila binti Mas’ud at-Tamimiah, yang melahirkan dua putra, yaitu Abdullah dan
Abu Bakar. Asma binti Umair al-Kuimiah, yang melahirkan dua putra, yaitu Yahya dan Muhammad. As-Sahba binti Rabi’ah dari Bani Jasym bin Bakar, seorang janda dari Bani Taglab, yang melahirkan dua nak, Umar dan Ruqayyah; Umamah binti Abi Ass bin ar-Rabb, putri Zaenab binti Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, yang melahirkan satu anak, yaitu Muhammad. Khanlah binti Ja’far al-Hanafiah, yang melahirkan seorang putra, yaitu Muhammad (al-Hanafiah). Ummu Sa’id binti Urwah bin Mas’ud, yang melahirkan dua anak, yaitu Ummu al-Husain dan Ramlah. Mahyah binti Imri’ al-Qais al-Kalbiah, yang melahirkan seorang anak bernama Jariah.



Ali dikenal sangat sederhana dan zahid dalam kehidupan sehari-hari. Tidak tampak perbedaan dalam kehidupan rumah tangganya antara sebelum dan sesudah diangkat sebagai khalifah. Kehidupan sederhana itu bukan hanya diterapkan kepada dirinya, melainkanj uga kepada putra-putrinya.



Ali terkenal sebagai panglima perang yang gagah perkasa. Keberaniannya menggetarkan hati lawan-lawannya. Ia mempunyai sebilah pedang (warisan dari Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam) bernama “Zul Faqar”. Ia turut-serta pada hampir semua peperangan yang terjadi di masa Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam dan selalu menjadi andalan pada barisan terdepan.



Ia juga dikenal cerdas dan menguasai banyak masalah keagamaan secara mendalam, sebagaimana tergambar dari sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam, “Aku kota ilmu pengetahuan sedang Ali pintu gerbangnya.” Karena itu, nasihat dan fatwanya selalu didengar para khalifah sebelumnya. Ia selalu ditempatkan pada jabatan kadi atau mufti. Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam wafat, Ali menunggui jenazahnya dan mengurus pemakamannya, sementara sahabat-sahabat lainnya sibuk memikirkan soal pengganti Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. Setelah Abu Bakar terpilih menjadi khalifah pengganti Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam dalam mengurus negara dan umat Islam, Ali tidak segera membaiatnya. Ia baru membaiatnya beberapa bulan kemudian.



Pada akhir masa pemerintahan Umar bin Khattab, Ali termasuk salah seorang yang ditunjuk menjadi anggota Majlis asy-Syura, suatu forum yang membicarakan soal penggantian khalifah. Forum ini beranggotakan enam orang. Kelima orang lainnya adalah Usman bin Affan, Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’d bin Abi Waqqas, dan Abdur Rahman bin Auf. Hasil musyawarah menentukan Usman bin Affan sebagai khalifah pengganti Umar bin Khattab.



Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, Ali banyak mengkritik kebijaksanaannya yang dinilai terlalu memperhatikan kepentingan keluarganya (nepotisme). Ali menasihatinya agar bersikap tegas terhadap kaum kerabatnya yang melakukan penyelewengan dengan mengatasnamakan dirinya. Namun, semua nasihat itu tidak diindahkannya. Akibatnya, terjadilah suatu peristiwa berdarah yang berakhir dengan terbunuhnya Utsman.



Kritik Ali terhadap Utsman antara lain menyangkut Ubaidillah bin Umar, yang menurut Ali harus dihukum hadd (beberapa jenis hukuman dalam fikih) sehubungan dengan pembunuhan yang dilakukannya terhadap Hurmuzan. Utsman juga dinilai keliru ketika ia tidak melaksanakan hukuman cambuk terhadap Walib bin Uqbah yang kedapatan mabuk. Cara Utsman memberi hukuman kepada Abu Zarrah juga tidak disetujui Ali. 
Utsman meminta bantuan kepada Ali ketika ia sudah dalam keadaan terdesak akibat protes dan huru-hara yang dilancarkan oleh orang-orang yang tidak setuju kepadanya. Sebenarnya, ketika rumah Usman dikepung oleh kaum pemberontak, Ali memerintahkan kedua putranya, Hasan dan Husein, untuk membela Utsman. Akan tetapi karena pemberontak berjumlah besar dan sudah kalap, Utsman tidak dapat diselamatkan. 
Segera setelah terbunuhnya Utsman, kaum muslimin meminta kesediaan Ali untuk dibaiat menjadi khalifah. Mereka beranggapan bahwa kecuali Ali, tidak ada lagi orang yang patut menduduki kursi khalifah setelah Utsman. Mendengar permintaan rakyat banyak itu, Ali berkata, “Urusan ini bukan urusan kalian. Ini adalah
perkara yang teramat penting, urusan tokoh-tokoh Ahl asy-Syura bersama para pejuang Perang Badr.” 
Dalam suasana yang masih kacau, akhirnya Ali dibaiat. Pembaiatan dimulai oleh sahabat-sahabat besar, yaitu Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’d bin Abi Waqqas, dan para sahabat lainnya. Mereka diikuti oleh rakyat banyak. Pembaiatan dilakukan pada tanggal 25 Zulhijah 33 di Masjid Madinah seperti pembaiatan para khalifah pendahulunya.

Segera setelah dibaiat, Ali mengambil langkah-langkah politik, yaitu: Memecat para pejabat yang diangkat Utsman, termasuk di dalamnya beberapa gubernur, dan menunjuk penggantinya. Mengambil tanah yang telah dibagikan Utsman kepada keluarga dan kaum kerabatnya tanpa alasan kedudukan sebagai khalifah sampai terbunuh pada tahun 661.


Pemberontakan ketiga datang dari Aliran Khawarij, yang semula merupakan bagian dari pasukan Ali dalam menumpas pemberontakan Mu’awiyah, tetapi kemudian keluar dari barisan Ali karena tidak setuju atas sikap Ali yang menerima tawaran berdamai dari pihak Mu’awiyah. Karena mereka keluar dari barisan Ali, mereka disebut “Khawarij” (orang-orang yang keluar). Jumlah mereka ribuan orang. Dalam keyakinan mereka, Ali adalah amirulmukminin dan mereka yang setuju untuk bertahkim telah melanggar ajaran agama. Menurut mereka, hanya Tuhan yang berhak menentukan hukum, bukan manusia. Oleh sebab itu, semboyan mereka adalah Id hukma ilia bi Allah (tidak ada hukum kecuali bagi Allah). Ali dan sebagian pasukannya dinilai telah berani membuat keputusan hukum, yaitu berunding dengan lawan. Kelompok Khawarij menyingkir ke Harurah, sebuah desa dekat Kufah. Mereka mengangkat pemimpin sendiri, yaitu Syibis bin Rub’it at-Tamimi sebagai panglima angkatan perang dan Abdullah bin Wahhab ar-Rasibi sebagai pemimpin keagamaan.


Di Harurah mereka segera menyusun kekuatan untuk menggempur Ali dan orang-orang yang menyetujui tahkim, termasuk di dalamnya Mu’awiyah, Amr bin As, dan Abu Musa al-Asy’ari. Kegagalan Ali dalam tahkim menambah semangat mereka untuk mewujudkan maksud mereka. 
Posisi Ali menjadi serba sulit. Di satu pihak, ia ingin menghancurkan Mu’awiyah yang semakin kuat di Syam; di pihak lain, kekuatan Khawarij akan menjadi sangat berbahaya jika tidak segera ditumpas. Akhirnya Ali mengambil keputusan untuk menumpas kekuatan Khawarij terlebih dahulu, baru kemudian menyerang Syam. Tetapi tercurahnya perhatian Ali untuk menghancurkan kelompok Khawarij dimanfaatkan Mu’awiyah untuk merebut Mesir. 
Pertempuran sengit antara pasukan Ali dan pasukan Khawarij terjadi di Nahrawan (di sebelah timur Baghdad) pada tahun 658, dan berakhir dengan kemenangan di pihak Ali. Kelompok Khawarij berhasil dihancurkan, hanya sebagian kecil yang dapat meloloskan diri. Pemimpin mereka, Abdullah bin Wahhab ar-Rasibi, ikut terbunuh.

Sejak itu, kaum Khawarij menjadi lebih radikal. Kekalahan di Nahrawan menumbuhkan dendam di hati mereka. Secara diam-diam kaum Khawarij merencanakan untuk membunuh tiga orang yang dianggap sebagai biang keladi perpecahan umat, yaitu Ali, Mu’awiyah, dan Amr bin As. Pembunuhnya ditetapkan tiga orang, yaitu: Abdur Rahman bin Muljam ditugaskan membunuh Ali di Kufah, Barak bin Abdillah at-Tamimi ditugaskan membunuh Mu’awiyah di Syam, dan Amr bin Bakar at-Tamimi ditugaskan pembunuh Amr bin As di Mesir. Hanya Ibnu Muljam yang berhasil menunaikan tugasnya. Ia menusuk Ali dengan pedangnya ketika Ali akan salat subuh di Masjid Kufah. Ali mengembuskan napas terakhir setelah memegang tampuk pimpinan sebagai khalifah selama lebih-kurang 4 tahun.

Tuesday, March 24, 2015

Gaji PNS Bakal Salip Gaji Swasta

Pesona profesi Pegawai Negeri Sipil (PNS) semakin menarik bagi masyarakat. Tidak hanya sekadar dapat jaminan hari tua (pensiun), gajinya pun kini terbilang tinggi.
Dream - Pendapat gaji PNS kecil memang benar adanya, tetapi penghasilan yang diterima abdi negara ini tidak bisa dibilang rendah lagi pada beberapa posisi dan wilayah. Bahkan, ada yang melebihi pegawai swasta untuk level yang sama.
Seperti dikutip dari laman asncpns.com, Selasa, 24 Maret 2015, gaji PNS yang besar adalah dipengaruhi oleh besarnya tunjangan, baik itu tunjangan kinerja, tunjangan anak istri, tunjangan kesehatan dan tunjangan-tunjangan lainnya. Sedangkan untuk gaji sendiri di setiap instansi adalah sama rata.
Berbeda dengan gaji swasta, gaji yang diberikan adalah real gaji bukan karena tunjangan, dengan aturan semakin besar kemampuan dan keahlian maka akan semakin besar kesempatan untuk menempati jabatan yang paling tinggi dan mendapatkan gaji yang besar. Pasalnya, tidak semua perusahaan swasta memberikan tunjangan kepada para pegawainya.
Fakta yang terjadi sebelumnya, seorang PNS dan pegawai swasta dengan latar belakang pendidikan yang sama bisa mendapatkan penghasilan yang berbeda. Di mana pegawai swasta bisa mendapatkan gaji 3 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan pegawai berstatus PNS.
Namun kenyataan ini seakan berbanding terbalik, di mana selain uang tunjangan PNS yang semakin meningkat dan bisa mencapai angka puluhan juta dalam satu bulan, gaji PNS juga bisa terus meningkat seiring kenaikan pangkat dan golongan.
"Oleh karena itu minat masyarakat untuk menjadi seorang PNS tidak pernah surut, bagaimanapun caranya tetap berusaha untuk menjadi seorang CPNS," tulis laman itu.
Mengenai tingginya gaji PNS sempat menjadi pembicaraan yang cukup hangat di kalangan masyarakat. Di awal tahun 2015, Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur DKI Jakarta memutuskan untuk menaikkan gaji PNS di lingkungan Pemprov DKI sebagai bukti dari pemenuhan kesejahteraan dan meminimalisasi terjadinya korupsi di kalangan PNS.
"Selain itu memberikan dorongan kepada PNS agar bisa berkinerja lebih maksimal dan merasakan betapa bangganya seperti bekerja di perusahaan swasta setingkat Citibank," jelas laman itu.
Faktor pendorong besarnya gaji PNS DKI dilatarbelakangi oleh tunjangan yang diberikan yaitu tunjangan statis dan tunjangan dinamis. Tunjangan statis berdasarkan pada jabatan dan golongan sehingga pegawai dengan tingkatan yang sama akan mendapatkan gaji yang sama pula. Sementara tunjangan dinamis merupakan pembeda karena ini diberikan berdasarkan pada kinerja dan pencapaian dari masing-masing pegawai sehingga jumlahnya akan berbeda.
Gaji yang ditargetkan oleh Ahok berdasarkan kedua tunjangan tersebut bisa mencapai Rp 75 Juta per bulan untuk jabatan eselon I.
Penggajian dengan menggunakan dua tunjangan tersebut sempat menimbulkan kecemburuan dari PNS di daerah lain. Namun, tetap saja jika dibandingkan, gaji ini cukup besar bahkan bisa menandingi gaji pegawai di perusahaan swasta.
Contoh lain dari tingginya gaji yang diberikan untuk PNS adalah seperti yang diterapkan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Bukan tanpa alasan, kenaikan ini disebabkan oleh tingginya beban atau target yang ditetapkan oleh pemerintah untuk tahun ini.
Tidak tanggung-tanggung kenaikan tunjangan diberikan 100 persen dari target pencapaian dengan artian bahwa jika target penerimaan pajak terpenuhi maka 100 persen remunerasi akan diberikan.
Berapa jumlahnya? Tentu akan bikin ngiler berbagai pihak baik itu PNS di instansi lain ataupun masyarakat pada umumnya. Dengan remunerasi yang diberikan 100 persen, tunjangan kinerja yang diterima oleh PNS pajak bisa mencapai Rp 117 juta untuk jabatan eselon I.
Remunerasi tersebut berbeda dengan gaji pokok yang biasa didapat setiap bulannya serta tunjangan-tunjangan tetap lainnya karena akan berbeda jumlahnya tiap tahun. 

Sumber : Dream.co.id